SEPUTAR
ANEMIA GIZI BESI (AGB)
Menurut definisi, anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hematokrit)
per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan
pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa
dan pemikiran fisik yang teliti, serta asi didukung oleh pemeriksaanlaboratorium.
Manifestasi klinik
Pada anemia, karena semua sistem
organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang
luas. Manifestasi ini bergantung pada:
1.
kecepatan
timbulnya anemia
2.
umur
individu
3.
mekanisme
kompensasinya
4.
tingkat
aktivitasnya
5.
keadaan
penyakit yang mendasari, dan
6.
parahnya
anemia tersebut.
Karena
jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2 yang
dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih),
seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemia
dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam
waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme
kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik,
kecuali pada kerja jasmani berat.
Mekanisme kompensasi bekerja
melalui:
1. peningkatan curah jantung dan
pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2 ke jaringan-jaringan
oleh sel darah merah
2. meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
3. mengembangkan volume plasma dengan
menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan
4. redistribusi aliran darah ke
organ-organ vital (deGruchy, 1978 ).
Etiologi
1. Karena cacat sel darah merah (SDM)
Sel darah merah mempunyai komponen
penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau
kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak
berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera
dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa
protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein,
sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.
2. Karena kekurangan zat gizi
Anemia jenis ini merupakan salah
satu anemia yang disebabkan oleh factor luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu
zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM disebabkan oleh faktor
konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati,
yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati
umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi
penyulit yang terjadi.
3. Karena perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar
tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi
anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini secara
nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya
yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan
untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke
keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.
4. Karena otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun
tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak
dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah
besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena
dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.
Diagnosis (gejala atau tanda-tanda)
Tanda-tanda yang paling sering
dikaitkan dengan anemia adalah:
1. kelelahan, lemah, pucat, dan kurang
bergairah
- sakit
kepala, dan mudah marah
- tidak
mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
- pada
anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh,
pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna
kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan.
Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat
digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Takikardia dan bising jantung (suara
yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang meningkat) menggambarkan beban
kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina (sakit dada), khususnya
pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan
karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat
menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea
(kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas
jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing,
kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya
oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul
gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi.
Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare
dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
Klasifikasi anemia
Pada klasifikasi anemia menurut
morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan kromik
menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga klasifikasi besar.
Yang pertama adalah anemianormositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal
serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita
anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis,
penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan
sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
Kategori besar yang kedua adalah
anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah
lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya
normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam
nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini
dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan
mengganggu metabolisme sel.
Kategori anemia ke tiga adalah anemiamikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung
hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan
insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi
keadaan sideroblastik dan kehilangan
darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Anemia dapat juga
diklasifikasikan menurut etiologinya. Penyebab utama yang dipikirkan
adalah
1. meningkatnya kehilangan sel darah merah dan
2. penurunan atau gangguan pembentukan
sel.
Meningkatnya
kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh
penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau
akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan,
hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal
dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri
yang memperpendek hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan
penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri
terganggu adalah:
1. hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal
yang diturunkan, misalnya anemia sel sabit
2. gangguan sintetis globin misalnya
talasemia
3. gangguan membran sel darah merah misalnya
sferositosis herediter
4. defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase).
Yang
disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga
disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan
respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama
dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun
terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri.
Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa
sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti
alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-penyakit seperti
limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis reumatorid
dan infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasifikasikan
menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah –antibodi tipe
panas atau antibodi tipe dingin.
Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia hemolitik berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada keadaan ini terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel darah merah tidak teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari peredaran darah oleh limpa(Beutler, 1983)
Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia hemolitik berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada keadaan ini terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel darah merah tidak teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari peredaran darah oleh limpa(Beutler, 1983)
Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia,
dan sumsum tulang hiperselular atau normal) dapat juga menyebabkan hemolisis
akibat penjeratan dan penghancuran sel darah merah. Luka bakar yang berat
khususnya jika kapiler pecah dapat juga mengakibatkan hemolisis.
Klasifikasi
etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang berkurang
atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi
sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah:
1.
keganasan
yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma; obat dan
zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan
2.
penyakit-penyakit
menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan defiensi
endokrin.
Kekurangan
vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C
dan besi dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga
menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan
pertimbangan morfologis dan etiologi.
Anemia
aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk disumsum tulang yang dapat
menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan
tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan
sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Secara morfologis sel-sel darah
merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang
dan biopsi sumsum tulang menunjukkan suatu keadaan yang disebut “pungsi
kering” dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi pergantian dengan jaringan
lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari mengidentifikasi dan
menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa keadaan tidak dapat ditemukan
agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa keadaan
seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis.
Gejala-gejala anemia aplastik
Kompleks
gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia. Gejala-gejala lain yang
berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel darah putih.
Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan:
Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan:
1. ekimosis dan ptekie (perdarahan
dalam kulit)
3. perdarahan saluran cerna
5. perdarahan susunan saraf pusat.
Defisiensi
sel darah putih mengakibatkan lebih mudahnya terkena infeksi.
Aplasia berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah granulosit yang kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari 20.000 dapat
mengakibatkan kematian dan infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahun- tahun. Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel lain merupakan penyebab utama kematian maka penting untuk mencegah perdarahan dan infeksi.
Aplasia berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah granulosit yang kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari 20.000 dapat
mengakibatkan kematian dan infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahun- tahun. Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel lain merupakan penyebab utama kematian maka penting untuk mencegah perdarahan dan infeksi.
Pencegahan anemia aplastik dan
terapi yang di lakukan
Tindakan
pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran
udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada
pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang
bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan
antibiotik. Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga
menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia aplastikkronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan
tranfusi darah yang periodik.
Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan sel induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok). Pada kasus-kasus yang dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan globulin antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi untuk melawan sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.
Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan sel induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok). Pada kasus-kasus yang dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan globulin antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi untuk melawan sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.
Anemia defisiensi besi
Anemia
defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositikhipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.
Penyebab lain defisiensi besi
adalah:
1. asupan besi yang tidak cukup
misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka sampai usia antara
12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja;
2. gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi
dan
3. kehilangan darah yang menetap
seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritisvarises esophagus, makan aspirin dan hemoroid.
Dalam
keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 g besi, bergantung
pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam
hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut
melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan
kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam
enzim-enzim hem, sepertiga sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum
tulang sebagai feritin dan sebagai hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih
lanjut.
Walaupun
dalam diet rata-rata terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10% (1 - 2 mg)
yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi berkurang maka besi
dari diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada
duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat
penyimpanan di jaringan.
Tanda dan gejala anemia pada
penderita defisiensi besi
Setiap
milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit
sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi
kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena
menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal
ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan
plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang pada waktu
melahirkan.
Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100 ml)mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100 ml)mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
Pemeriksaan
darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan kadar
hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik
dan hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah
retikulosit mungkin normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun
kapasitas meningkat besi serum meningkat.
Pengobatan anemia pada penderita
defisiensi besi
Pengobatan
defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar anemia.
Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif yang
diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin
diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu dengan
idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang tersedia (misalnya hati, masih dibutuhkan
suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi.
Besi tersedia dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian penderita
memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat.
Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif, sebab
harganya mahal dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang merugikan.
Anemia
megaloblastik diklasifikasikan menurut morfologinya sebagai anemia makrositik
normokrom.
Sebab-sebab atau gejala anemia
megaloblastik
Anemia
megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang
mengakibatkan sintesis DNA terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena
malnutrisi, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik (seperti terlihat
pada anemia pernisiosa dan postgastrekomi) infestasi parasit,
penyakit usus dan keganasan, serta agen kemoterapeutik. Individu dengan infeksi
cacing pita (dengan Diphyllobothrium latum) akibat makan ikan segar yang
terinfeksi, cacing pita berkompetisi dengan hospes dalam mendapatkan vitamin
B12 dari makanan, yang mengakibatkan anemia megaloblastik (Beck, 1983).
Walaupun
anemia pernisiosa merupakan prototip dari anemia megaloblastik defisiensi folat
lebih sering ditemukan dalam praktek klinik. Anemia megaloblastik sering kali
terlihat pada orang tua dengan malnutrisi, pecandu alkoholatau pada remaja dan
pada kehamilan dimana terjadi peningkatan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan
fetus dan laktasi. Kebutuhan ini juga meningkat pada anemia hemolitik,
keganasan dan hipertiroidisme. Penyakit celiac dan sariawan tropik juga
menyebabkan malabsorpsi dan penggunaan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga mempengaruhi.
Pencegahan anemia pada penderita
anemia megaloblastik
Kebutuhan
minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet rata-rata.
Sumber yang paling melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan ginjal) dan
sayuran berdaun hijau yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar juga
diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50% sampai
90% folat dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air. Folat
diabsorpsi dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma
secara lemah dan disimpan dalam hati. Tanpa adanya asupan folat persediaan
folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala
anemia yang sudah dijelaskan penderita anemia megaloblastik sekunder karena
defisiensi folat dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan.
Kadar folat serum juga menurun (<4 mg/ml).
Pengobatan
anemia pada penderita anemia megaloblastik.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pengobatan bergantung pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalah memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang dirawat di rumah sakit sering memberi respon “spontan” bila di berikan diet seimbang.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pengobatan bergantung pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalah memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang dirawat di rumah sakit sering memberi respon “spontan” bila di berikan diet seimbang.
Daftar Pustaka
1.
Sadikin
Muhamad, 2002, Biokimia Darah, widia medika, Jakarta
4.
Sylvia
A. Price Lorraine M. Wilson, 2002, Patofisiologi, Jilid1, EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar